Jakarta, CNN Indonesia

Nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) diseret dalam gugatan perselisihan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Mahkamah Kontitusi (MK).

Mereka menyinggung kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Menurut mereka, Jokowi telah melakukan nepotisme hingga politisasi bansos bertalian dengan Pilpres 2024.

Maka, mereka menyimpulkan ada penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi untuk memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 dalam satu putaran.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keduanya pun menuntut pemungutan suara Pilpres 2024 diulang. Tim Anies-Muhaimin meminta pilpres diulang tanpa keikutsertaan Gibran, sementara tim Ganjar-Mahfud meminta pilpres diulang tanpa pasangan Prabowo-Gibran.

Pihak Istana telah buka suara. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengingatkan segala dugaan atau tuduhan harus dibuktikan dengan alat bukti kuat di dalam persidangan.

Lantas, mungkinkah membuktikan dugaan cawe-cawe dan nepotisme Jokowi dalam persidangan di MK?

Pakar hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto menilai alat bukti kuat harus dihadirkan dalam persidangan MK apabila Anies dan Ganjar ingin tuntutan mereka dikabulkan.

Aan menyebut alat bukti yang memiliki kekuatan penuh di antaranya apabila ada bukti instruksi Jokowi terkait penggunaan bansos untuk memenangkan paslon tertentu. Bukti lain seperti kepastian orang di balik keputusan MK soal syarat usia calon presiden dan wakil presiden terbukti mendapat instruksi atau terafiliasi dengan Jokowi.

“Kalau bukti itu sangat kuat untuk bisa membuktikan kalau itu terstruktur, sistematis, dan masif. Itu yang sekira saya bisa menjadi bukti cespleng,” kata Aan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (28/3).

Aan menjelaskan kecurangan dapat dikatakan secara terstruktur jika terbukti dilakukan oleh para pejabat. Sistematis apabila terbukti eksekusi rencana kecurangan,dan masif apabila kecurangan terbukti tidak dilakukan di satu titik saja.

Bukti-bukti itu dapat berbentuk dokumen, surat, ahli, dan juga saksi.

“Itu yang harus dibuktikan oleh para pemohon saya kira jika ingin menang,” imbuhnya.

Namun, ia menilai tuntutan tim Anies-Muhaimin yang meminta Pilpres 2024 diulang tanpa Gibran, serta tim Ganjar-Mahfud yang meminta pilpres diulang tanpa Prabowo-Gibran agak rumit.

Menurut Aan, yang paling mungkin terjadi andai gugatan dikabulkan yaitu akan ada Penghitungan Suara Ulang (PSU) di TPS atau daerah yang terbukti ada kecurangan. Dalam PSU itu, pihak yang dinyatakan curang didiskualifikasi alias tidak boleh mengikuti PSU.

Ia mengatakanondisi seperti itu sebelumnya sudah pernah terjadi dalam beberapa pilkada.

“PSU kemudian mendiskualifikasi calon yang melakukan pelanggaran sehingga PSU hanya diikuti calon sisanya. Kalau diskualifikasi ya berarti hanya diikuti nomor urut 1 dan 3,” kata dia.

Aan pun meminta publik mengawal persidangan MK. Ia mengatakan kemungkinan apapun masih bisa terjadi di persidangan MK.

“Apapun masih bisa terjadi ke depan, kita tinggal mengikuti dan menunggu putusan MK nanti,” ujar Aan.

Alat bukti jadi gong terkuat

Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai gugatan melalui persidangan di MK merupakan cara paling elegan yang bisa dilakukan pihak yang merasa dicurangi dalam Pilpres 2024.

Namun, Adib juga melihat perlu ada upaya keras untuk membuktikan dugaan tersebut terutama menyangkut dugaan cawe-cawe Presiden Jokowi. Ada beberapa yang dipersoalkan seperti masalah politisasi bansos dan dugaan cawe-cawe lainnya.

“Kata kuncinya hanya satu, apa, di mana, dan bagaimana kecurangan itu ada terstruktur sistematis dan masif. Itu harus dibuktikan,” kata Adib kepada CNNIndonesia.com, Kamis.

Adib menyadari perkara itu bukan hal yang mudah. Namun, tim hukum Anies dan Ganjar menurutnya masih memiliki peluang besar untuk memberikan bukti-bukti valid dan memenangkan gugatan mereka.

Hanya saja, Adib menilai selama ini mereka cenderung lebih banyak memberikan bukti yang asumtif. Belum lagi beberapa pekan terakhir partai koalisi Anies dan Ganjar tampak tidak terlalu kompak.

“Jadi buktikan klaim mereka ada campur tangan kekuasaan, kalau mereka membuktikan itu, itu akan sangat bagus sekali ketimbang membangun narasi di luar sana yang hanya soal kecurangan,” kata dia.

Ia berpendapat momentum menjadi sangat penting agar publik mengetahui kebenaran seluruhnya lantaran persidangan MK terbuka. Segala bentuk dugaan kecurangan sangat mungkin bisa terbukti dengan alat bukti yang kuat sebagai gongnya.

Namun, Adib menilai tuntutan tim Anies-Muhaimin yang meminta Pilpres 2024 diulang tanpa Gibran akan sulit dikabulkan. Sebab, seharusnya mereka mengajukan tuntutan itu sebelum KPU mengeluarkan keputusan soal peserta sah Pilpres 2024.

Ditambah lagi tim Ganjar-Mahfud juga meminta pilpres diulang, tanpa membatalkan hasil pemilihan anggota legislatif (pileg). Ia khawatir ini akan memunculkan persepsi publik yang negatif.

“Ketika pasangan calon ditetapkan KPU, ketika mereka sudah bisa berkompetisi, mereka tidak menggugat waktu itu. Kenapa kalau sekarang harus tidak ada Gibran? menurut saya itu kan tidak linier,” ujar Adib.

“Namun, pada akhirnya, saya kira memang pembuktian dan putusan di MK inilah sebagai ujung dari segala yang terjadi, dan menurut saya inkrah politiknya harus segera ada,” ucapnya.

(khr/tsa)

[Gambas:Video CNN]






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *