Denpasar, CNN Indonesia

Sebuah gang yang tak begitu lebar dan terlihat plang bertuliskan Masjid As-Syuhada yang terhalang dedaunan di samping tiang listrik, menandai keberadaan Kampung Bugis di Pulau Serangan, Bali.

Plang penunjuk keberadaan Masjid As-Syuhada berjarak 100 meter dari pintu masuk gang di Pulau Serangan. Ketika baru memasuki gang, terlihat ada satu rumah panggung adat Bugis yang cukup terawat.

Dan saat menelusuri sepanjang jalan menuju salah satu masjid yang diyakini tertua di Pulau Bali ini, terlihat perkampungan warga Suku Bugis yang berderet cukup rapi dan tak sedikit warga yang berjualan dengan membuka warung kelontong di halaman rumah.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak jauh kemudian terlihat Masjid As-Syuhada yang lokasinya di tengah perkampungan warga Suku Bugis. Wakil Ketua Takmir Masjid As-Syuhada, Muhammad Zulkifli mengatakan masjid As-Syuhada adalah salah satu jejak peradaban Islam di Bali selama berabad-abad.

“Keberadaan Masjid As-Syuhada di lingkungan Kampung Bugis ini berdiri berdasarkan hipotesis pada abad ke-17,” kata Zulkifli saat ditemui usai salat asar berjemaah di sana.

Lokasi pulau ini ada di sebelah selatan Denpasar. Dulu Pulau Serengan terpisah dengan Pulau Bali, setelah adanya reklamasi pulau tersebut menyatu. Secara administrasi, Pulau Serangan atau Kelurahan Serangan ini masuk ke dalam Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.

Saat CNNIndonesia.com berkunjung ke sana, keberadaan Masjid As-Syuhada ini sangat terawat dan di dinding masjid terpasang plang marmer peresmian peninggalan sejarah yang bertuliskan diresmikan pada 2014 lalu oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) waktu itu, Mari Elka Pangestu.

Kemudian, di dinding luar masjid dipasangi keramik hingga mencapai langit-langit. 

Masjid ini memiliki sejumlah pintu untuk masuk ke ruang utama tempat beribadah.  Di dalam Masjid As-Syuhada terdapat empat tiang utama atau saka guru sebagai penyangga masjid dan sebuah mimbar masjid berwarna hijau.

Zulkifli yang juga Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Adat Serangan menceritakan empat tiang utama itu filosofinya ialah Khulafaur Rasyidin yang terdiri dari empat sahabat dekat Nabi Muhammad SAW, yakni Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

“Tiang empat ini, dia punya filosofi Khulafaur Rasyidin dan tiang ini dari kayu jati. Sebagian dari kayu yang dipakai di sini adalah pemberian dari Raja Badung dan sisanya memang dibawa dari Sulawesi dengan Kapal Pinisi–kapal khas Suku Bugis,” katanya.




Masjid As-Syuhada yang berada di Kampung Islam Bugis, di Pulau Serangan, Kota Denpasar, Bali. Masjid ini diyakini sudah berdiri sejak abad ke-17, ketika warga Bugis dari Sulsel hijrah ke Pulau Serangan dan meminta izin ke Puri Pemecutan untuk membangun pemukiman di sana. (CNNIndonesia/Kadafi)Rumah panggung khas Bugis di Kampung Islam Bugis, Pulau Serangan, Denpasar. (CNNIndonesia/Kadafi)

Zulkifli mengatakan, saat Masjid As-Syuhada berdiri hanya memiliki luas lebar 10×15 meter persegi, berlalunya waktu dilakukan perluasan dan pemugaran hingga menambah aula terbuka di samping kanan masjid dengan total luas sekitar 2 are atau 200 meter persegi.

Dia menerangkan secara fisik bentuk bangunan masjid ini tak banyak berubah sejak awal berdiri, hanya menambah aula terbuka di samping kanan masjid untuk tempat Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) serta tempat wudu di samping kiri.

Untuk bangunan utama masjid masih dipertahankan sampai sekarang dan hanya menambahkan keramik pada dinding masjid dan atapnya dan kini menggunakan genteng.

“Fisiknya sebenarnya tidak ada berubah, seperti ini yang ada di dalam ini bentuk aslinya masjid. Bahwa, ada pelebaran aula itu sebenarnya baru, karena kebutuhan kita harus sesuaikan dengan banyaknya warga dan jamaah yang shalat maka memang harus ada pemugaran dan pelebaran,” ujarnya.

Ia menerangkan, bentuk pintu jendela dan lantai marmer di depan masuk masjid adalah bentuk asli dari masjid ini.

“Pintu jendela semua asli bahkan lantai marmer di depan itu masih asli. Dindingnya memang seperti ini, hanya saja karena tidak pakai semen dia keropos, maka kita lapisi keramik,” ujarnya.

Selain itu, untuk peninggalan di Masjid As-Syuhada adalah mimbar masjid dengan akulturasi budaya ukiran Bugis dan Bali.

Zulkifli menyatakan, sebenarnya bahan dari Masjid As-Syuhada pemberian dari Raja Puri Pemecutan, Badung yang berkuasa kala itu agar orang-orang Bugis memiliki tempat beribadah.

“Kalau mimbar itu peninggalan dulu, ukirannya akulturasi budaya Bali dan Bugis. Kenapa itu dikatakan abad 17, berdasarkan kajian hipotesis itu ornamen-ornamen itu menunjukkan abad 17. Karena di Bali, bahannya juga dikasi Puri Pemecutan kemudian didesain perpaduan budaya itu,” ujarnya.




Masjid As-Syuhada yang berada di Kampung Islam Bugis, di Pulau Serangan, Kota Denpasar, Bali. Masjid ini diyakini sudah berdiri sejak abad ke-17, ketika warga Bugis dari Sulsel hijrah ke Pulau Serangan dan meminta izin ke Puri Pemecutan untuk membangun pemukiman di sana. (CNNIndonesia/Kadafi)Mimbar khatib yang merupakan akulturasi budaya Bali dan Makasssar merupakan salah satu peninggalan Masjid As-Syuhada yang masih dijaga di Kampung Islam Bugis, di Pulau Serangan, Kota Denpasar, Bali. (CNNIndonesia/Kadafi)

Dari cerita terdahulu, semua warga kampung Bugis Serangan masih memiliki rumah panggung bercorak khas Bugis. Tapi rumah panggung tersebut tersisa satu saja yang masih berdiri kokoh dan dipertahankan sebagai cagar budaya.

“Jadi selain masjid ini sebenarnya satu paket dengan mimbar dan rumah kuno khas Bugis,” jelasnya.

Pemberian nama As-Syuhada diambil dari kisah para leluhur di Kampung Bugis yang kisahnya melakukan perlawanan pada persekutuan dagang Belanda (VOC) di Sulawesi Selatan. Akhirnya, mereka hijrah ke suatu tempat dari Bugis sana sampai terdampar di Pulau Serangan.

“Karena identik dengan pejuang, pemilihan kata ini adalah orang-orang yang datang ke sini awalnya adalah para pejuang penegak agama Allah dan tidak ingin tunduk pada kezaliman. Artinya, semacam filosofi agar ke depan itu, anak-anak di sini memahami bahwa saya hidup itu memang harus berjuang,” ungkap Zukifli.




Masjid Asy Syuhada di Kampung Islam Bugis, Pulau Serangan, Bali. (CNNIndonesia/Khadafi)Prasasti dari Menparekraf ditempel di dinding Masjid Asy Syuhada di Kampung Islam Bugis, Pulau Serangan, Bali. (CNNIndonesia/Khadafi)

Warga di Kampung Islam Bugis tercatat ada sebanyak 100 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah 380 orang jiwa. Selain keberadaan Masjid As-Syuhada sebagai peninggalan sejarah, di Kampung Bugis juga menyimpan sebuah Al-Quran tua yang ada sejak abad 17. Al-Quran kuno itu masih utuh tersimpan di rumah tokoh masyarakat Kampung Bugis agar terjaga dengan baik dan rumahnya cukup dekat dengan Masjid As-Syuhada.

Terlihat Al-Quran tersebut, tersimpan dalam sebuah kotak kayu berkaca yang dibalut dengan kain putih. Al-Quran tua itu, kovernya dari kulit unta dan untuk panjangnya sekitar 40 cm lebarnya sekitar 20 cm. Al-Quran itu sudah tidak dikeluarkan lagi dari kotak kaca karena kondisinya yang sudah mulai rusak, dan beberapa bagian kertas dari Al-Quran tampak robek.

Di Kampung Bugis juga ada kompleks makam tua yang lokasinya tak jauh dari pintu masuk gang Kampung Bugis. Saat memasuki makam kuno itu terlihat sebuah batu nisan yang bertuliskan, ‘Puak Matoa’. Di sanalah makam seorang tokoh yang dikenal sebagai penggerak warga Bugis dahulu kala.

“Kompleks makam kuno, di sanalah orang-orang tua pendiri Kampung Bugis dan yang membuka pendirian masjid, dimakamkan di sana semua,” ujar Zulkifli.

Tulisan ini adalah rangkaian dari kisah masjid-masjid kuno di Indonesia yang diterbitkan CNNIndonesia.com pada Ramadan 1445 Hijriah

Baca halaman selanjutnya






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *